Kelas WhatsApp DNetwork diadakan setiap Jumat, loh. Bagi yang ikut kemarin masih ingat isi kelasnya? Atau kamu belum bergabung? Tenang... Kamu bisa baca rangkuman di bawah ini!  Selamat membaca dan semoga bermanfaat!

 

Selamat sore teman-teman sekalian,

Semoga teman-teman dalam keadaan baik dan semangat untuk mengikuti kelas D-Network hari ini, terutama buat teman-teman yang sudah mulai berpuasa.

Perkenalkan, nama saya Irma Sitompul. Saya adalah seorang wirausahawati yang memimpin sebuah konsultan komunikasi yang berfokus pada isu kerbelanjutan atau sustainability, namanya For Good. Selama tiga tahun ini, Kami sudah mendampingi sekitar 30 UMKM sosial dan lembaga swadaya masyarakat untuk membangun strategi bisnis dan komunikasi yang efektif, efisien dan berdampak. Maksudnya berdampak adalah memastikan sebuah usaha tidak hanya menghitung kesuksesan dari keuntungan finansial, tetapi juga bagaimana usaha tersebut telah memberikan kontribusi pada masyarakat dan lingkungan. Istilah popularnya, usaha yang mengedepankan people profit planet.

 

Nah, hari ini saya akan berbagi pengalaman saya dalam hal strategi bisnis, terutama dalam memahami apa yang dibutuhkan oleh calon pembeli kita agar kita dapat memastikan produk yang akan kita jual ini laku di pasar dan benar-benar memecahkan masalah yang mereka hadapi.

Oke. Sudah siap ya, semua. Yuk, kita mulai sesinya.

 

Mungkin banyak dari teman-teman yang bertanya-tanya, kenapa kita harus memastikan produk atau jasa yang kita jual harus bisa memecahkan masalah dari target pembeli kita? Memangnya, kita ngga bisa ya langsung jualan aja? Toh, nanti pasti akan ada yang beli, seperti misalnya teman-teman, tetangga atau keluarga.

 

Menurut saya, berjualan ke teman, tetangga atau keluarga tidak ada salahnya. Karena mereka adalah akses terdekat kita yang bisa kita hubungi. Dan, sudah hampir pasti mereka akan membeli produk yang kita jual. Karena biasanya mereka ingin mendukung usaha kita!

Tapi, coba deh teman-teman pikirkan jangka panjangnya. Apakah keluarga, teman dan tetangga akan terus-menerus membeli apa yang kita jual? Sebagai seorang wirausahawati / wirausahawan, kita harus mampu mengetahui, siapa target pembeli dari produk atau jasa kita, yang akan terus-menerus menggunakan solusi kita. Mereka-mereka inilah orang-orang yang masalahnya terpecahkan oleh produk atau layanan kita. Nama lain untuk mereka adalah pelanggan setia.

 

Kita liat contoh berikut ya...

 

Ini adalah Angelinda Fransisca, pendiri dari The Bath Box, sebuah merk perawatan kulit natural yang saat ini telah menjadi UKM yang lumayan sukses di Indonesia. Produk-produk the Bath Box dibuat sendiri oleh Angel dengan menggunakan bahan-bahan alami yang tidak terlalu keras untuk kulit. Di awal usahanya, Angel tidak membuat produknya sendiri, melainkan menjual ulang produk-produk kecantikan kulit dari Korea (disebut juga reseller).

 

Nah, bagian berikut ini adalah bagian yang mau saya fokuskan.

 

Alasan kenapa Angelinda tidak meneruskan menjadi reseller dan malah mencoba membuat produknya sendiri, adalah karena banyak dari pelanggannya yang tidak cocok dengan bahan kimia dari produk Korea yang Angelinda jual.

Angelinda akhirnya berusaha untuk membuat produk yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pelanggan-pelanggannya saat itu.

 

Inilah moment yang merubah bisnis Angelinda dari bisnis skala rumah tangga menjadi usaha menengah yang sukses.

 

Sampai saat ini, walaupun omzet dari Angelinda sudah mencapai lebih dari 200 juta per bulan, ia masih terus menyempurnakan produk-produk yang dia jual dengan mendengarkan apa yang dibutuhkan oleh pelanggannya.

 

Nah, sekarang mari kita coba pelajari bagaimana cara untuk mencari tahu apa yang dibutuhkan oleh pelanggan kita, supaya produk atau jasa yang kita tawarkan bisa lebih sempurna.

 

Di segmen ini, saya akan membagi tipsnya menjadi dua kategori: untuk teman-teman yang sudah mulai menjalankan bisnis, dan untuk teman yang baru mau memulai dan belum memiliki produk.

 

Kita mulai dari yang belum memiliki produk terlebih dahulu ya.

 

Ok, buat teman-teman yang masih dalam tahap ide dan belum punya produk atau jasa untuk dijual. Saya ada alat bantu yang namanya Empathy Map, atau Peta Empati.

Dalam Peta Empati ini, tugas kita adalah mencari tau:

 

Nah, ini dia Peta Empati dari The Bath Box. Kita pelajari satu-persatu ya!

 

Kita mulai dulu dari Target Pengguna. Disini dijelaskan bahwa target dari the Bath Box adalah perempuan berusia muda, antara 18-28 tahun yang memiliki kulit sensitif. Mereka tinggal di kota besar dan senang dengan make up dan perawatan kulit. Mereka suka sekali nontonin youtube make up!

 

Ini penting banget ya, teman-teman. Kalian harus benar-benar tau target pembeli kalian secara spesifik. Berapa kisaran umur mereka, bagaimana perilaku mereka, terutama dalam menggunakan media sosial.

Semua ini harus terkait dengan ide kalian ya. Kita ambil contoh dari Angelinda the Bath Box tadi ya supaya lebih jelas. Yuk kita liat slide berikut.

Berikutnya, di kolom kiri bawah, kesulitan atau masalah yang mereka hadapi adalah mereka memiliki kulit yang sangat sensitif – gampang kering, gampang berjerawat. Mereka selalu kesulitan mencari produk perawatan kulit yang tidak terlalu keras supermarket lokal, seperti alfamart atau giant, misalnya. Makanya mereka membeli produk impor dari Korea secara online.

 

Kolom kanan bawah menjelaskan keinginan dari mereka. Dimana, mereka ingin agar kulit wajah mereka terlihat sehat dan mulus. Mereka juga ingin agar punya rutinitas perawatan kulit yang tidak ribet dan memakan waktu lama.

Pada kolom kiri atas, yang mereka pikirkan dan rasakan dalam menghadapi masalah kulit adalah frustasi. Mereka merasa tidak percaya diri karena kulit wajah mereka selalu bermasalah.

Pada kolom kanan atas dijelaskan bahwa mereka tidak pernah berhenti bereksperiman dengan produk-produk kulit baru, terutama yang impor, baik dari Jepang maupun Korea.

 

Nah, dari contoh ini, semoga bisa menjadi lebih jelas ya kira-kira bagaimana kita bisa mencatat informasi yang kita dapatkan dari calon pengguna produk atau jasa kita nantinya.

 

Di segmen berikutnya, saya akan berbagi mengenai cara menggali informasi yang baik. Namun, sekarang saya mau berbagi tips untuk teman-teman yang sudah punya produk atau jasa dulu. Kita cek slide berikutnya ya!

 

Untuk teman-teman yang sudah mulai berjualan, selamat ya! Karena kalian sudah memiliki data mengenai siapa yang paling sering membeli produk atau menggunakan jasa kalian. Kalau kalian belum punya datanya, Saya sarankan untuk melihat catatan penjualan kalian dalam beberapa bulan terakhir dan cari tau siapa yang pernah membeli lebih dari sekali. Dari situ, teman-teman bisa mulai mencari tau profil dari para pelanggan ini! Cari kesamaan apa yang mereka miliki. Misalnya: mereka ternyata para pembeli ulang ini sama-sama pekerja kantoran yang sibuk, atau ibu rumah tangga yang punya anak balita.

 

Coba hubungi mereka dan tanyakan, mengapa mereka membeli produk atau jasa anda kembali.

 

 

 

Untuk mencari tau apakah produk kita sudah menjawab kebutuhan calon pembelimu, ada 1 tips yang sangat mudah: lakukan survey dengan berikan sampel gratis kepada orang-orang yang profilnya serupa dengan pelanggan kalian. Misalnya: kalau kalian berjualan makanan beku, dan ternyata pembeli ulang kalian adalah orang-orang kantoran, coba bagikan sampel gratis ke salah satu kantor dari teman kalian.

 

Kalau teman-teman kurang paham apa itu sampel. Saya coba jelaskan ya. Pernah kah teman-teman diberikan produk gratis oleh mba-mba berseragam saat teman-teman belanja di swalayan? Semestinya sebagian besar dari kalian pernah ya. Biasanya produk gratis yang diberikan ukurannya lebih kecil dari yang dijual. Nah, inilah yang dinamakan sampel.

 

 

 

 

Mengambil contoh dari The Bath Box, pada awal-awal mereka membuat produk mereka sendiri, mereka melakukan uji sampel 3 sampai 5 kali per produk. Sampel ini mereka bagikan gratis kepada sekelompok orang yang memiliki profil serupa dengan pelanggan setia mereka, dengan tujuan menggali tanggapan dari mereka. Sampel yang mereka berikan diiringi juga dengan survey singkat terkait produk, seperti: apa yang disukai dari produk, apa yang kurang disukai, lalu apa yang bisa diperbaiki dari produk juga termasuk dalam survey tersebut.

 

Survey juga menjadi kesempatan baik untuk teman-teman mencari tau kira-kira berapa harga yang pelanggan mau keluarkan untuk membeli produk tersebut nantinya. Jadi teman-teman tidak menjual produk terlalu mahal atau murah!

OK, Semoga teman-teman sekalian sudah mulai dapat gambaran apa saja informasi yang harus kita dapatkan untuk memahami kebutuhan calon pembeli kita.

 

 

Di segmen ini,  kita akan membahas mengenai cara-cara menyiapkan pertanyaan survey atau wawancara, yang akan membantu teman-teman nantinya saat turun ke lapangan.

 

 

Sebelum teman-teman mewawancarai calon pembeli, tetapkan dulu apa yang ingin teman-teman cari tau. Misalnya: kesulitan apa yang calon pembeli rasakan, atau bagaimana mereka menyelesaikan kesulitan tersebut saat ini agar teman-teman bisa meberikan solusi yang lebih baik.

 

Disini, tetapkan juga berapa jumlah orang yang ingin kalian wawancara.

Dan yang terakhir, tetapkan informasi spesifik apa yang ingin teman-teman dapatkan dari wawancara ini. Misalnya: varian atau rasa eskrim apa yang kira-kira akan paling laku, atau berapa ukuran yang paling cocok untuk dijual.

 

Yang kedua, siapkan pertanyaan wawancara kalian. Saat merancang pertanyaan-pertanyaan wawancara, pikirkan baik-baik beberapa hal ini.

 

Apakah mereka menyadari bahwa masalah yang teman-teman ingin tangani adalah masalah yang juga mereka rasakan?

 

Apabila ada solusi dari masalah tersebut, apakah mereka mampu dan mau menggunakannya?

 

Hal-hal tersebut bukan untuk ditanyakan kepada pembeli ya, tapi lebih merupakan arahan pola berpikir untuk teman-teman agar ketika mewawancara, teman-teman tidak memaksakan ide atau produk kalian ke orang yang kalian wawancarai.

 

 

Nah, berikut adalah beberapa tips untuk menyiapkan pertanyaan wawancara yang baik.

 

Yang pertama, ajaklah mereka bercerita | Awail pertanyaan dengan pernyataan seperti “Boleh ceritakan waktu ibu (atau bapak)....”

 

Lalu, buat pertanyaan terbuka dan bukan jawab ya atau tidak | Contohnya teman-teman bisa bertanya “Bisa jelaskan lebih lanjut mengenai...”

 

Yang ketiga, spesifiklah saat bertanya | Contoh pertanyaannya misalnya “Apa tantangan paling berat saat...”

 

Yang berikutnya, Jangan mengarahkan. Jangan bertanya “Ibu suka tidak dengan solusi ini?”

 

Teman-teman juga bisa bertanya mengenai saat ini atau masa lampau, buka pertanyaan dengan kalimat seperti “Ceritakan saat dulu ibu….”

 

Buat pertanyaan yang pendek, maksimal 10 kata saja

 

Sekali lagi, jangan menanyakan produk atau solusi kalian | Hindari bertanya seperti ini “Kalau ada produk seperti ini, apakah ibu akan beli?” atau “Kalau ada layanan ini, apakah kamu mau menggunakannya?”

 

Begitu kira-kira beberapa tips untuk membuat pertanyaan wawancaranya.

 

 

Sekarang, saya akan berbagi mengenai tips untuk teman-teman saat melakukan wawancara.

 

Jangan lupa untuk merekam semua wawancara, metode paling baik adalah dalam bentuk rekaman audio.

 

Ketika bertanya, beri waktu untuk mereka menjawab.  Jangan khawatir bila mereka tidak langsung menjawab pertanyaan kalian.

 

Yang berikutnya ini juga penting: jangan memotong jawaban mereka.

 

Dan pastikan kita selalu netral - ingat, wawancara ini bukan untuk mempertahankan ide kita, melainkan untuk mencari pemahaman baru dari perspektif pengguna.

 

Yang terakhir, cari ketidakkonsistenan dalam jawaban mereka.

 

 

Nah, setelah kita mendapatkan semua masukan dari orang-orang yang kita survey, teman-teman bisa mulai merangkum dengan menggunakan peta empati yang saya sudah jelaskan tadi.

 

Setelah terlihat rangkumannya, teman-teman akan lebih mudah untuk mengolah hasil wawancara atau survey tersebut agar teman-teman bisa menyempurnakan produk teman-teman, atau menyesuaikan harga produk dan lain sebagainya, sesuai kebutuhan dan masukkan dari konsumen kalian.

 

 

 

Kira-kira itu tips-tips yang bisa saya berikan pada hari ini terkait memahami kebutuhan konsumen dan penyempurnaan produk. Semoga dengan memahami proses ini, teman-teman dapat memastikan bahwa ide yang kita miliki benar-benar menjawab kebutuhan calon pelanggan kalian ya.

 

Terima kasih sudah mengikuti sesi yang saya sampaikan, dan mohon maaf apabila ada beberapa hal yang kurang berkenan.

 

Sekarang kita akan masuk kedalam sesi diskusi, dimana teman-teman dipersilahkan untuk memberikan tanggapan, melempar pertanyaan atau sanggahan. Ok, sesi ini Saya buka sekarang yah. Silahkan untuk mengetik atau mengirimkan rekam suara ke group whatsapp ini yah.

Ableism di kantor itu sering banget hadir dalam bentuk yang halus, sehalus sutra, tapi nusuknya kayak paku. Bukan selalu komentar jahat atau diskriminasi terang-terangan. Kadang, bentuknya cuma kalimat kecil yang dilontarkan sambil lalu, tatapan yang terlalu lama, atau nada bicara yang penuh asumsi. Dan meski kecil, dampaknya bisa besar banget.

Di banyak perusahaan, masih ada budaya diam soal disabilitas. Orang berpikir mereka sudah “baik” karena tidak mem-bully siapa pun. Padahal, ableism bukan soal siapa yang jahat tapi soal sistem dan kebiasaan yang membuat penyandang disabilitas harus kerja dua kali lebih keras untuk mendapatkan perlakuan yang sama.

Misalnya, komentar seperti “Kamu yakin bisa pegang project besar?” atau “Nanti kalau kamu kecapean gimana?” yang terdengar seperti perhatian, tapi sebenarnya mempertanyakan kemampuan seseorang. Atau saat karyawan disabilitas dianggap “inspiratif” hanya karena melakukan pekerjaan yang sama dengan semua orang. Itu bukan pujian, itu merendahkan secara halus.

Dan yang sering dilupakan: nggak semua disabilitas itu kelihatan. Banyak orang di kantor yang punya kondisi yang tidak mereka ceritakan ke siapa pun, mulai dari autism, ADHD, dyslexia, gangguan pendengaran ringan, sampai chronic pain dan kondisi mental. Jadi ketika perusahaan merasa “kayaknya kita nggak punya karyawan disabilitas”, biasanya itu bukan karena mereka nggak ada. Tapi karena mereka nggak merasa aman untuk terbuka.

Ableism juga bisa muncul dari sistem kerja yang nggak mikirin aksesibilitas. Ruang meeting tanpa caption, kantor yang cuma bisa diakses lewat tangga, alat kerja yang nggak ramah screen reader, atau job posting yang pakai bahasa kriteria fisik yang sebenarnya nggak relevan. Semua itu bikin orang disabilitas bener-bener merasa, “Tempat ini bukan untuk gue.”

Dan efeknya? Nggak kecil. Microaggression yang diulang setiap hari bikin orang capek, mikir berkali-kali kalau mau speak up, merasa keberadaannya merepotkan orang lain, atau bahkan mempertimbangkan resign. Perusahaan akhirnya kehilangan talent bagus bukan karena mereka nggak kompeten, tapi karena lingkungan kerjanya gagal jadi tempat yang aman.

Kalau benar-benar ingin jadi kantor yang inklusif, langkah pertamanya sederhana: berhenti sok tahu. Daripada nebak-nebak apa yang orang butuhkan, lebih baik tanya. Dengarkan tanpa defensif. Terima bahwa kebutuhan orang berbeda, dan itu bukan masalah. Tunjukkan kepedulian lewat aksi sehari-hari, bukan cuma lewat perayaan Hari Disabilitas Internasional.

Inklusi disabilitas juga bukan pekerjaan yang hanya ditanggung HR. Ini budaya. Cara tim bekerja. Cara atasan bersikap. Cara perusahaan membangun ruang untuk semua orang. Ketika pemimpin membiarkan komentar ableist lolos begitu saja, pesan yang sampai ke tim adalah: “It’s fine.” Tapi ketika pemimpin berani bilang, “Eh, itu nggak oke,” budaya mulai berubah.

Pada akhirnya, inklusi bukan acara tahunan, bukan kampanye branding, dan bukan tugas PR. Inklusi adalah pilihan yang kita buat setiap hari—cara kita ngomong, cara kita mendengarkan, dan cara kita menghargai orang tanpa pakai kacamata asumsi.

Dan kalau perusahaan ingin tetap relevan, kompetitif, dan manusiawi, ada satu kalimat yang harusnya sudah jadi standar:
Ableism? Di sini udah nggak main kayak gitu.

Hai Sobat DNetwork! 👋

 

Pernahkah terlintas pemikiran seperti ini?

“Kita mulai dulu dari mempekerjakan disabilitas yang kebutuhannya sederhana, setelahnya baru mencoba yang lain.

 

Mungkin pendapat seperti ini bisa saja terlintas Ketika kita belum memahami kemampuan Penyandang Disabilitas. Banyak perusahaan yang sebenarnya sudah memiliki niat baik untuk membuka peluang kerja bagi penyandang Disabilitas, tetapi masih mencari cara memulai yang terasa aman dan sesuai dengan kesiapan fasilitas.

 

Biasanya karena belum terbayang, kadang terlintas ide untuk memulai dari posisi yang sudah memiliki dukungan aksesibilitas dasar atau yang dapat diakomodasi dengan cepat.

itu langkah yang mungkin bisa dilakukan, Namun, penting diingat bahwa inklusi tidak berhenti di sana saja.

Dunia kerja yang benar-benar inklusif adalah ketika perusahaan membuka peluang bagi semua penyandang disabilitas, dengan Istilah seperti “disabilitas ringan”, “sedang”, atau “berat” sebenarnya tidak menggambarkan kemampuan seseorang, melainkan perbedaan dalam kebutuhan aksesibilitas.

Artinya, setiap individu memiliki kekuatan dan potensi masing-masing—yang mungkin hanya membutuhkan cara atau alat bantu berbeda untuk bisa bekerja maksimal.

 

Contohnya, ada yang bekerja lebih nyaman dengan bantuan teknologi seperti pembaca layar, ada yang memerlukan ruang kerja yang dapat diakses dengan kursi roda, atau dukungan komunikasi visual.

Dengan penyesuaian yang tepat, semua penyandang disabilitas bisa berkontribusi secara optimal sesuai bidang dan keahliannya.

Yang membedakan hanyalah bagaimana perusahaan menyiapkan dukungan dan lingkungan yang memungkinkan semua orang bekerja dengan nyaman dan setara.

 

Mengapa Keberagaman Disabilitas Menguntungkan Perusahaan?

 

Memiliki karyawan disabilitas dengan beragam kebutuhan akses bukan hanya langkah, tapi juga strategi bisnis yang cerdas.

Berikut beberapa manfaat nyata yang bisa dirasakan perusahaan:

 

  1. Menumbuhkan Empati dan Kolaborasi yang Lebih Kuat

 

Ketika tim bekerja bersama rekan dengan kebutuhan akses yang beragam, Tim akan belajar tentang arti kerja sama, saling menghargai, dan memahami perbedaan. Bayangkan jika Penyandang Disabilitas dengan beragam alat bantu saling berkolaborasi dalam menyelesaikan suatu projek di Perusahaan.

Budaya ini menumbuhkan empati, memperkuat solidaritas, dan membuat suasana kerja menjadi inklusi.

 

  1. Memicu Inovasi dan Solusi Kreatif

 

Kebutuhan aksesibilitas sering mendorong perusahaan untuk berinovasi agar tercipta lingkungan kerja yang inklusi. Karena ketika kita mengetahui apa yang dibutuhkan pekerja Penyandang Disabilitas misalnya Mulai dari penggunaan perangkat lunak pembaca layar, desain ruang kerja yang bisa diakses dengan baik, cara komunikasi yang inklusi, hingga sistem kerja jarak jauh, semua itu dapat menciptakan inovasi baru yang manfaatnya justru dirasakan oleh seluruh karyawan, bukan hanya penyandang disabilitas.

 

  1. Meningkatkan Citra dan Daya Tarik Perusahaan

 

Perusahaan yang berkomitmen membuka peluang bagi beragam penyandang disabilitas menunjukkan nilai keadilan, keberagaman, dan kemanusiaan.

Hal ini memperkuat citra positif di mata publik, pelanggan, serta calon talenta muda yang kini semakin memilih tempat kerja dengan nilai sosial yang kuat.

 

  1. Membangun Tim yang Adaptif dan Tangguh

 

Tim yang terbiasa dengan keberagaman cara bekerja dan kebutuhan akses akan lebih terbuka terhadap perubahan.

Mereka belajar untuk cepat beradaptasi, mendengarkan satu sama lain, dan mencari solusi bersama.

Hasilnya, perusahaan menjadi lebih tangguh menghadapi tantangan bisnis yang dinamis.

 

  1. Menjadi Contoh Nyata Dunia Kerja Inklusif

 

Dengan membuka kesempatan bagi beragam penyandang disabilitas, perusahaan turut berperan sebagai percontohan perusahaan yang inklusi dan mempunyai sistem kerja yang unik.

Langkah ini mendorong organisasi lain untuk ikut membangun ekosistem kerja yang inklusif.



Bagaimana Cara Memulainya?

 

1️⃣ Fokus pada Kompetensi dan Dukungan, Bukan Jenis Disabilitas.

Jangan Alih-alih memikirkan siapa yang “lebih mudah” atau “lebih sulit,” fokuslah pada apa yang bisa mendukung setiap individu bekerja dengan optimal.

Tanyakan: “Dukungan apa yang dibutuhkan agar mereka bisa menunjukkan potensi terbaiknya?”

 

2️⃣ Bangun Budaya Belajar di Tempat Kerja.

Inklusi tidak menuntut kesempurnaan di awal.

Yang terpenting adalah kemauan untuk belajar, berdialog, dan memperbaiki sistem berdasarkan pengalaman nyata di lapangan.

 

3️⃣ Libatkan Komunitas dan Ahli Aksesibilitas.

Organisasi seperti DNetwork dapat membantu perusahaan memahami kebutuhan dan potensi calon karyawan disabilitas, serta memberi panduan agar langkah inklusi berjalan tepat dan berkelanjutan. Jadi bisa mengadakan kerjasama agar bisa 

Mewujudkan inklusi di Perusahaan.

4️⃣ Buka Kesempatan bagi Beragam Jenis Disabilitas.

Jika perusahaan sudah memiliki karyawan dengan satu jenis kebutuhan akses, cobalah memperluas kesempatan berikutnya bagi jenis kebutuhan lainnya.

Semakin beragam pengalaman yang hadir di tempat kerja, semakin kaya nilai inklusi yang tumbuh di dalamnya.

 

Ketika perusahaan membuka ruang bagi keberagaman kebutuhan akses, bukan hanya penyandang disabilitas yang mendapatkan manfaat—seluruh organisasi pun akan bertumbuh menjadi lebih inovatif, empatik, dan siap menghadapi masa depan.

Inklusi bukan tentang siapa yang paling mudah diakomodasi, melainkan tentang bagaimana setiap orang dapat bekerja dengan martabat, dukungan, dan kesempatan yang setara. 🌈

 

Ingin Perusahaanmu lebih Inklusi? Yuk bergabung bersama DNetwork.

Hai Sobat DNetwork! 👋✨

Pernah dengar pepatah “kebaikan selalu kembali berlipat”? Nah, kemungkinan juga hal itu berlaku di dunia kerja, lho!
Khususnya kalau kita bicara soal mempekerjakan penyandang disabilitas.

Mungkin ada perusahaan yang belum paham dan masih mengira ini cuma soal tanggung jawab sosial. Padahal, sebenarnya mempekerjakan Penyandang Disabilitas adalah investasi jangka panjang yang bisa membawa banyak keuntungan bukan hanya untuk perusahaan, tapi juga untuk masyarakat luas. Yuk, kita bahas satu per satu! 💬

 

💡 1. Tim yang Beragam, Solusi yang Lebih Kreatif

Ketika tim diisi oleh orang dengan latar belakang dan kemampuan yang beragam, termasuk rekan dengan disabilitas, muncullah cara pandang baru yang segar.
Tim akan sering punya strategi unik dalam menyelesaikan masalah, dan itu bisa jadi kunci munculnya inovasi produk dan layanan yang sebelumnya tidak terpikirkan.

 

🤝 2. Layanan Jadi Lebih Inklusif dan Relevan

Dengan mempekerjakan penyandang disabilitas, otomatis perusahaan akan ikut mempelajari dan memahami kebutuhan setiap orang yang beragam.
Hasilnya, bukan cuma lingkungan kerja yang inklusif, tapi juga produk dan layanan perusahaan jadi lebih ramah bagi semua pengguna, baik pelanggan, mitra, maupun masyarakat luas.

 

🌟 3. Reputasi Perusahaan Semakin Naik Kelas

Perusahaan yang membuka kesempatan bagi penyandang disabilitas akan dikenal sebagai organisasi yang beretika dan peduli terhadap kesetaraan.
Ini bukan cuma soal citra baik, tapi juga tentang membangun budaya yang positif dan manusiawi di lingkungan kerja.

 

💬 4. Brand Image yang Kuat di Mata Publik

Perusahaan inklusif punya nilai tambah di mata publik, pemerintah, hingga calon konsumen.
Mereka akan melihat bahwa perusahaanmu punya komitmen nyata terhadap keberagaman dan keadilan sosial, sesuatu yang kini sangat dihargai di dunia bisnis modern.



🏆 5. Peluang Raih Penghargaan dan Sertifikasi

Tahukah kamu? Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, pemerintah wajib memberikan penghargaan kepada perusahaan yang menerapkan prinsip inklusi.
Jadi, membuka ruang kerja bagi disabilitas juga berarti membuka peluang untuk penghargaan CSR, sertifikasi inklusi, dan pengakuan resmi dari pemerintah bila kedepannya ada regulasi kewajiban memberikan CSR.

 

🚀 6. Inovasi Produk dan Jasa yang Lebih Aksesibel

Karyawan dengan disabilitas sering punya perspektif berbeda yang bisa membantu perusahaan melihat celah pasar baru.
Dari situ, bisa muncul ide untuk menciptakan produk dan layanan yang lebih aksesibel, ramah, dan menjangkau lebih banyak orang.

 

🌈 7. Jadi Perusahaan Percontohan dan Dilirik Banyak Pihak

Langkah kecil menuju inklusi bisa bikin perusahaanmu jadi sorotan positif.
Perusahaan lain, lembaga pemerintah, bahkan investor akan lebih tertarik menjalin kerja sama karena melihat perusahaan sebagai percontohan inklusi yang inspiratif.

 

❤️ 8. Jiwa Inklusi yang Menular ke Kehidupan Sehari-hari

Budaya inklusi yang tumbuh di tempat kerja akan terbawa juga ke kehidupan di luar kantor.
Karyawan jadi lebih terbuka, empatik, dan menghargai perbedaan. hal sederhana yang bisa bikin dunia jadi tempat yang lebih baik. 🌍

Jadi, Sobat DNetwork, mempekerjakan penyandang disabilitas bukan cuma langkah sosial, tapi langkah strategis untuk masa depan.
Perusahaan yang inklusif bukan hanya sukses secara bisnis, tapi juga tumbuh bersama nilai kemanusiaan. 💪

Sudah siap jadi bagian dari perubahan ini? Yuk bergabung bersama DNetwork agar Perusahanmu lebih inklusi.
#KerjaInklusif #InvestasiMasaDepan #DNetwork #DisabilitasBisa